HP dan Motor Dilarang: Dedi Mulyadi Ingin Sekolah Fokus Belajar
Langkah kontroversial namun penuh niat baik kembali datang dari tokoh publik Dedi Mulyadi. Kali ini, ia melarang para siswa membawa sepeda motor dan ponsel ke sekolah. Alasannya? Ia ingin mengembalikan esensi pendidikan: belajar tanpa distraksi.
Aturan Baru yang Mengundang Perhatian
Dalam sebuah pernyataan yang menyebar luas di media sosial, Dedi Mulyadi menyampaikan larangan bagi para pelajar untuk membawa motor dan telepon genggam (HP) ke lingkungan sekolah. Kebijakan ini sontak mengundang beragam reaksi dari masyarakat—ada yang mendukung, namun tak sedikit pula yang mempertanyakannya.
Menurut Dedi, sekolah harus menjadi tempat membentuk karakter dan intelektualitas siswa, bukan ajang pamer gaya hidup atau tempat anak-anak tenggelam dalam dunia digital yang tak selalu sehat.
“Sekolah itu tempat belajar, bukan balapan motor atau konten TikTok,” ujar Dedi dalam salah satu pernyataannya yang viral.
Alasan di Balik Kebijakan
Larangan membawa HP ke sekolah bukan tanpa dasar. Banyak guru dan orang tua mengeluhkan bahwa ponsel justru menjadi gangguan utama dalam proses belajar. Siswa kerap asyik bermain game, scrolling media sosial, atau bahkan membuat konten saat jam pelajaran berlangsung.
Tak hanya itu, sepeda motor yang dikendarai siswa, khususnya tingkat SMP dan SMA, juga dinilai memicu banyak masalah. Mulai dari pelanggaran lalu lintas karena belum memiliki SIM, hingga potensi kecelakaan di jalan raya.
Dedi menekankan bahwa membiarkan siswa membawa motor terlalu dini bisa mempercepat pergeseran gaya hidup yang tidak sesuai dengan usia dan tanggung jawab mereka.
Mendorong Peran Orang Tua dan Sekolah
Kebijakan ini, menurut Dedi, bukan semata tugas guru, tapi juga menuntut peran aktif dari orang tua. Ia mengajak orang tua untuk lebih disiplin dalam mengatur aktivitas anak, termasuk dalam hal transportasi dan penggunaan gadget.
Ia juga menyoroti pentingnya transportasi sekolah atau antar-jemput bersama, serta pengawasan digital terhadap anak-anak, agar mereka tetap fokus belajar di usia yang seharusnya menjadi fondasi masa depan.
Reaksi Beragam dari Masyarakat
Di sisi lain, sejumlah orang tua dan siswa menganggap kebijakan ini terlalu kaku. Mereka berpendapat bahwa di era digital, ponsel bisa juga digunakan untuk mencari informasi pelajaran atau berkomunikasi jika terjadi keadaan darurat.
Namun, sebagian besar masyarakat mendukung langkah ini sebagai bentuk kontrol sosial yang positif, demi menciptakan kembali budaya belajar yang kondusif dan sehat.
“Kalau niatnya untuk menghindari hal negatif, saya setuju. Anak-anak sekarang memang butuh batasan yang jelas,” ungkap seorang wali murid.
Sekolah Harus Kembali ke Akar Tujuannya
Langkah Dedi Mulyadi mungkin kontroversial, namun tidak bisa dipungkiri bahwa niatnya jelas: mengembalikan fokus sekolah sebagai tempat menuntut ilmu, bukan tempat mempertontonkan gaya hidup modern. Dengan kebijakan ini, ia ingin menciptakan generasi muda yang lebih disiplin, fokus, dan bertanggung jawab.
Larangan HP dan motor mungkin bukan solusi satu-satunya, tapi bisa jadi awal dari reformasi pendidikan yang lebih mendalam—dimulai dari hal sederhana: membatasi distraksi.