Pembeli Menghilang Misterius: Pertokoan Bekasi Alami Krisis Pengunjung
Deretan pertokoan yang dulunya ramai dikunjungi masyarakat kini tampak berbeda. Banyak kios terlihat kosong, toko-toko sepi tanpa pelanggan, dan suara riuh yang biasa terdengar di area pertokoan kini berganti menjadi keheningan yang mencolok. Fenomena ini mengundang pertanyaan besar: ke mana para pembeli di Bekasi menghilang?
Dari Ramai Menjadi Sunyi
Beberapa pusat pertokoan yang sebelumnya menjadi jantung aktivitas ekonomi lokal di Bekasi, seperti kawasan Grand Galaxy, Harapan Indah, dan Summarecon, kini mengalami penurunan drastis jumlah pengunjung. Beberapa pedagang bahkan mengaku tidak mendapatkan satu pun pembeli dalam sehari.
“Dulu kalau weekend bisa ramai, sekarang sudah hampir seminggu saya tidak tutup kasir karena tidak ada transaksi,” ujar Winda, pemilik toko aksesoris di kawasan Bekasi Barat.
Pemandangan seperti ini tidak hanya terjadi di satu dua lokasi. Banyak pedagang dan pengelola ruko di berbagai titik mulai mempertanyakan apa yang sedang terjadi.
Apa Penyebabnya?
Fenomena sepinya pertokoan ini tidak terjadi tanpa sebab. Ada beberapa faktor yang diduga berkontribusi terhadap krisis pengunjung ini:
1. Perpindahan Perilaku Konsumen ke Online
Pandemi COVID-19 mempercepat adopsi belanja daring. Banyak konsumen yang kini terbiasa memesan barang melalui e-commerce karena lebih praktis dan sering kali lebih murah.
2. Kemacetan dan Akses Transportasi
Bekasi terkenal dengan kemacetan kronis, terutama di jam-jam sibuk. Akses ke pusat pertokoan yang sulit dan memakan waktu membuat sebagian orang enggan keluar rumah hanya untuk berbelanja.
3. Kurangnya Event atau Daya Tarik Baru
Beberapa pusat pertokoan tidak lagi menyuguhkan inovasi atau event yang mampu menarik minat pengunjung. Akibatnya, masyarakat beralih ke tempat hiburan atau pusat perbelanjaan di luar kota yang menawarkan pengalaman yang lebih menyenangkan.
Dampaknya bagi Pedagang
Krisis pengunjung ini membuat banyak pelaku usaha mikro dan kecil (UMKM) kewalahan. Tidak sedikit yang terpaksa mengurangi jumlah karyawan, menutup sebagian outlet, bahkan gulung tikar.
“Kalau terus begini, saya tidak yakin bisa bertahan sampai akhir bulan depan,” ujar Andri, penjual pakaian anak yang telah membuka toko sejak 2017.
Beberapa pemilik ruko bahkan memutuskan untuk menyewakan tokonya sebagai gudang atau ruang kerja, alih-alih mempertahankannya sebagai tempat jualan langsung.
Solusi dan Harapan
Pengamat ekonomi lokal menyarankan agar pengelola pertokoan dan pelaku usaha mulai mengintegrasikan layanan offline dan online untuk menjangkau lebih banyak konsumen. Selain itu, promosi lokal, kolaborasi antar-pelaku usaha, dan penyelenggaraan event komunitas juga bisa menjadi pemantik kembalinya pengunjung.
Pemerintah daerah juga diharapkan dapat berperan aktif dalam menghidupkan kembali ekonomi lokal dengan memberi insentif bagi UMKM dan meningkatkan akses transportasi publik ke pusat-pusat perdagangan.
Antara Tantangan dan Kebangkitan
Sunyinya pertokoan di Bekasi saat ini menjadi simbol tantangan baru dalam dunia perdagangan lokal. Meski situasi ini mencemaskan, banyak pelaku usaha masih menyimpan harapan bahwa kebangkitan bisa terjadi — asalkan ada perubahan strategi dan dukungan yang memadai.
Pertanyaannya kini bukan lagi ke mana pembeli menghilang, tetapi bagaimana menarik mereka kembali ke ruang-ruang interaksi ekonomi yang dulu menjadi denyut kehidupan kota.